Dalam rangkaian prosesi pernikahan etnis China, ada
upacara yang dinamai Cing Ciu. Terjemahan harfiahnya, mempersembahkan arak. Upacara ini tentu saja mengacu pada
warisan tradisi dari tanah lelulur (China). Tradisi ini tetap dipertahankan
warga China di Indonesia hingga kini karena nilai-nilai mulia yang diusungnya.
Pada upacara ini, pengantin akan berlutut (kui) sebagai ekspresi penghormatan mempelai kepada orangtua dari pihak
pengantin pria (patriarki) yang telah membesarkan
dan mendidik mereka dengan penuh perhatian dan kasih sayang hingga tiba
waktunya mereka akan membangun keluarganya sendiri.
Selain penghormatan kepada kedua orangtua, pada
kesempatan ini biasanya disertai pula Cing Ciu kepada kakek/nenek, dan kerabat
dekat dari pihak ayah yang lebih tua secara usia maupun hirarki/silsilah.
Sebagai tindak balasannya, orangtua, kakek/nenek, atau kerabat yang lebih tua
akan memberikan tanda mata berupa perhiasan dan/atau angpao.
Tradisi ini masih mudah kita jumpai dalam pernikahan
modern etnis China di tanah air dengan sedikit modifikasi. Misalnya saja makna kui tidak lagi harfiah berarti pengantin
bersujud/berlutut. Umumnya mempelai berdiri lalu memberikan penghormatan kepada
orangtua, kakek/nenek, atau kerabat yang duduk di kursi. Selain itu, minuman arak
telah pula digantikan dengan sejenis soft drink berwarna merah.